Mewaspadai Lawan

Siapa yang menyangka bahwa ojek akan mejadi lawan dari perusahaan taxi?

Individu vs Grup. Kalau kita lihat secara langsung secara fisik, tidak mungkin ojek (yang merupakan individu dan bukan moda transportasi) akan menjadi lawan taxi apalagi perusahaan taxi. Ojek menjadi alternatif dari alat transportasi yang ada, jadi akan dipakai karena memang yang utama tidak ada atau tidak memungkinkan. Dengan segala remeh-temehnya (harga seenaknya dll), orang memakai jasanya karena terpaksa. Ojek menjadi alternatif dan ada dalam kehidupan sehari-hari. Bagi beberapa orang bahkan ojek menjadi moda transportasi utama karena dia sudah tahu siapa tukang ojek-nya (baca: langganan). Jadi untuk menjadi ojek yang “enak” bagi beberapa orang harus melewati beberapa macam syarat yang dia tentukan, dengan cara langganan ojek, semua itu bisa didapat.

Ojek adalah individu-individu yang memberikan service-nya sendiri-sendiri dengan tarif seenaknya sendiri, karena memang tidak ada yang mengatur. Sementara itu, tengoklah taxi. Moda transportasi yang dimiliki oleh sebuah koroporasi yang memiliki aset dan diatur oleh regulator (organda, dephub). Secara kasat mata, ojek akan mustahil mengalahkan taxi dengan dukungan ekosistemnya termasuk dibelakangnya group perusahaannya.

Zaman Informasi. Dengan perkembangan zaman informasi dan teknologi sekarang ini, membuat orang menjadi mudah dalam mencari informasi dan mendapatkan informasi. Menurut Google, tidak ada lagi “Zero moment of truth“, orang tidak lagi terkejut dengan sebuah fakta dalam membuat keputusan karena memang sudah tahu persis luar-dalam, kiri-kanan dan atas-bawahnya. Kondisi ini menjadikan fenomena baru di sosial media, orang berbagi sewaktu jalan-jalan, mau makan, ada acara bersama, dan lain-lain. Kebiasaan berbagi menjadi merambah ke dunia yang lebih luas yaitu bisnis. Orang berbagi rumahnya untuk disewakan menjadi seperti hotel dan peluang ini diambil oleh AirBnB dan sukses menjadi perusahaan yang besar. Sharing ini kemudian menjalar juga ke dunia transportasi melalui UBER dengan membuat orang berbagi mobilnya menjadi seperti “taxi”. Banyak lagi diluaran sana sharing ekonomi menjadi “bisnis” tersendiri. Dan tren ini terbawa ke dunia perojekan juga. G0-jek dengan ide brilian membawa solusi untuk “bisnis” ojek sehingga membuat orang dengan mudah memakainya. Serta membuat orang juga tidak malu menjadi tukang ojek. Ini yang banyak orang disebuat “disruption” di dunia ojek.

Pengguna menjadi Raja. Dengan kekuatan “digital disruption”  (menggunakan media digital) dan pengguna yang cukup banyak membuat ojek jadi bukan lagi individu-individu, tapi adalah kekuatan kolektif melalui Go-jek sebagai pemersatunya. Dan disambut oleh antusiasme pengguna dengan memakainya sehingga ojek kemudian menjadi pilihan utama orang-orang untuk pergi jarak dekat atau menghindari kemacetan. Pengguna menjadi raja dengan bebas memilih ojek dan mulai meniggalkan taxi sebagai pilihan utama. Hal ini menjadi “ancaman” bagi taxi, karena pengguna banyak beralih. Bahkan sempat terjadi friksi antara taxi dan ojek karena hal ini. Selama ini ojek yang kecil bukan siapa-siapa bagi taxi dan perusahaan taxi tapi dengan kekuatan “digital disruption” serta “sharing economy” menjadi musuh bagi yang besar.

Waspadai Musuhmu. Jadi sekarang ini, tidaklah mustahil disekitar kita yang sekarang ini kita anggap bukan siapa-siapa atau mungkin mustahil untuk mengancam; bukan berarti tidak mungkin mengancam kita. Dengan cycle bisnis yang mulai memendek, serta kekuatan “digital disruption” dan “sharing economy” kita harus selalu belajar dan waspada. Siapa tahu yang ada disekitar anda itulah yang akan mengancam anda (baca: profesi anda). Bersiaplah untuk mempunyai kemampuan beradaptasi karena di zaman now: “Beradaptasi atau Mati“!

 

 

Advertisement

QR Code Payment

google_search_-_albertus_hendro

Definisi. QR (Quick Response) Code adalah barcode 2 dimensi digunakan pertama kali di industri otomotif Jepang, merupakan label yang bisa dibawa lewat mesin dan memiliki informasi yang berhubungan dengan label tersebut. Jadi kalau barcode (berupa garis tebal tipis) yang dapat dibaca oleh mesin berisikan angka-angka, ditambahkan informasi lain jadilah QR Code ini. Sekarang ini barcode sudah banyak dikenal dan dipakai oleh industri untuk memberikan informasi SKU atau kode barang. Hampir semua kemasan makanan sekarang ini sudah ada barcode-nya. Untuk membacanya sudah banyak device yang dijual cukup terjangkau di pasaran. Bahkan ketika kita membayar di kasir convenience store a.k.a *mart itu, mbak kasirnya memindai kode barcode tersebut. Kemudian aplikasi POS-nya akan menampilkan harga dan juga deskripsi barangnya. Barcode memiliki keterbatasan yang hanya berupa label, untuk itulah QR code diciptakan. Penggunaan QR Code sekarang ini mulai meluas setelah diadopsi oleh indstri selain otomotif di Jepang. Banyak yang memakai QR code untuk menampilkan informasi yang banyak.

Design QR Code.  Kalau barcode hanya terlihat seperti garis-garis hitam dengan ketebalan yang berbeda-beda, QR code mulai banyak pilihannya. Sekarang ini desain QR Code bisa ditambahkan logo perusahaan sehingga bisa menjadi alat untuk promosi juga. QR Code berguna untuk menampilkan informasi yang lebih banyak dengan representasi seperti barcode.

QR Code payment. Di dunia fintech, sekarang ini QR Code juga dipakai sebagai salah satu media untuk melakukan pembayaran. Jadi merchant akan mencetak QR Code ketika pembeli akan melakukan pembayaran. Setelah dipindai, pembeli akan mengetahui detail transaksi yang akan dibayar. Jika setuju akan membayar, pembeli akan memproses pembayaran melalui aplikasi mobile yang sudah terhubung dengan akun untuk melakukan pembayaran tersebut. Bisa akun e-Wallet atau bahkan akun tabungan (kartu debit) melalui mobile banking. Payment method semacam ini jadi mungkin karena sekarang ini mayoritas pengguna handphone memiliki kamera. Di Taiwan atau Cina, aplikasi chatting yang populer dan banyak dipakai sudah mengimplementasikan QR Code payment. Jadi pengguna hanya memakai aplikasi chatting tersebut. Cukup mudah karena sudah terintegrasi dan juga banyak merchant yang memakai cara pembayara ini.

Tantangan. Walaupun penggunaan smartphone dan handphone berkamera sudah sangat bayank, QR Code scanner belum menjadi default app di banyak HP. Pengguna harus mengunduh aplikasi tambahan untuk dapat memindai QR code ini. Jadi ini salah satu hambatan mengapa payment method jenis ini belum banyak dipakai. Selain itu kemampuan memindai QR Code tergantung dari tampilan QR Code sendiri. Jika ditampilkan di layar POS/EDC yang resolusinya kurang memadai, akan sulit bagi aplikai pemindai untuk menampilkan informasi yang terkandung dalam kode tersebut.

Peluang. Berkaca dari pengalaman di Cina atau Taiwan, aplikasi QR Code payment ini harus terintegrasi dengan aplikasi yang sering dipakai orang. Artinya kemudahan mempunyai fasilitas/metode bayar QR Code payment ini mejadi kunci akan dipakainya metode ini. Selain itu harus banyak merchant yang bisa menerima cara pembayaran ini. Kalau merchant punya aplikasi yang bisa memproses metode bayar ini dengan mudah, misalnya dengan HP yang dimiliki penjualnya maka akan lebih luas lagi penerimaan masyarakat akan cara bayar QR ini. Jadi kalau kita bisa beli gorengan atau teh botol di pinggir jalan bisa bayar pakai QR Code ini maka itu tanda bahwa metode ini sudah banyak diterima dan dipakai oleh masyarakat luas. Apakah Anda pernah membayar dengan metode ini?

Credit Union (CU) Mobile App

credit-union

Memberdayakan anggota untuk dapat menolong dirinya sendiri

Credit Union. Apa sih Credit Union? supaya lebih mudah, adalah sebuah koperasi (anggota yang berserikat dan berkumpul untuk mendapatkan manfaat bersama) dengan fokus pemberdayaan anggota untuk dapat menolong dirinya serta mengubah cara pandang atas kehidupan melalui pendidikan. Jadi kalau CU tidak memberikan banyak program pendidikan akan seperti koperasi pada umumnya yang akan cuma berorientasi pada simpan dan pinjam saja (uang semata).

Pemberdayaan Anggota. CU lebih fokus pada memberdayakan anggota dengan pendidikan. Orang akan berubah jika cara pandangnya diubah. Untuk itu CU percaya bahwa pendidikan akan mengubah anggotanya. Anggota akan berdaya dan lebih menghargai masa depan dengan mulai mempersiapkannya sendiri. Dimulai dari program pendidikan dasar yang memberikan nilai-nilai CU, pola kebijakan produk dan layanan serta bagaimana mengatur keuangannya sendiri sehingga anggota bisa menabung dan juga bertanggung jawab jika memiliki pinjaman. Menyadarkan anggota itu merupakan program berkelanjutan, sehingga di CU diberikan pelatihan-pelatihan lain seperti Literasi Keuangan, kewirausahaan, dll.

Walk the talk. Mekanisme CU seperti koperasi, semua anggota adalah pemilik lembaga dan kekuasaan tertinggi ada di rapat anggota. Semua anggota mempunyai kewajiban untuk saling mengingatkan jika ada anggota yang lalai dalam membayar kewajiban angsuran pinjaman. CU sangat mencerminkan semangat gotong-royong, saling menolong dan kemandirian. CU percaya bahwa yang bisa mengubah nasih manusia adalah dirinya sendiri. Untuk itu semboyan “membantu anggota untuk menolong dirinya sendiri” tidak menjadi retorika belaka tapi merupaka “walk the talk” dari semangat CU.

Digital Era. CU juga harus modern. Salah satu tokoh dalam pengembangan CU adalah Rm. Fredy Rante Taruk, Pr. percaya bahwa CU juga harus beradaptasi dengan perkembangan jaman terutama tantangan masyarakat urban (seperti di Jakarta) berbeda dengan masyarakat di daerah. CU harus mampu memberikan pelayanan yang profesional. Salah satu bentuk adaptasi terhadap perkembangan jaman adalah dibuatnya aplikasi Android untuk CU Pelita Sejahtera (CUPS). CUPS adalah CU yang dibentuk di wilayah Blok Q Jakarta Selatan. Aplikasi mobile ini memungkinkan anggota untuk mengecek informasi saldo pinjaman dan simpanannya serta mengetahui perkembangan CUPS. Selain itu anggota juga bisa melakukan simulasi pinjaman untuk mengetahui jumlah angsuran serta meliha daftar anggota yang mempunyai bisnis sehingga dapat dihubungi jika dibutuhkan.

Aplikasi CUPS Mobile ini bisa diunduh di Google Play.

google_play-290x100

 

Belajarlah dari #FinTech

Beruntung bekerja di bank dimana budaya belajar diatur dalam sebuah peraturan bank Indonesia. Merupakan kewajiban bagi institusi untuk terus memberikan pelatihan dan pengembangan kepada karyawannya sehingga wawasannya menjadi lebih luas dan dapat bekerja dengan baik. Dengan adanya kewajiban ini, maka bank kami setiap tahun membuat event yang namanya Learning Week kemudian namanya menjadi Learning Fair merupakan acara belajar selama seminggu penuh (diluar jam kerja) dengan mengambil tema yang sedang tren yang tentunya ada hubungannya dengan pekerjaan (finansial institusi) dan juga pengembangan diri (termasuk hobi). Learning Fair tahun ini mengambil tema Digital seiring dengan visi institusi kami untuk melakukan transformasi menjadi digital.

#FinTech Sesuai dengan tema digital dan juga tren yang ada sekarang berupa e-commerce, fintech dan community empowerment. Supaya sesuai dengan tema dan juga seiring dengan visi institusi, maka dipilihlah tema financial technology (#fintech). Dikarenakan secara bank kita memberikan pelayanan personal loan, investment dan juga transaction service ke nasabah maka kami belajar dari pinjam.co.id, bareksa.com serta dompetku. Selain itu kami juga belajar dari wujudkan.com (crowdfunding) yang merupakan bagian dari community empowerment. Cukup menarik mendengarkan pengalaman dari para founder/co-founder serta group head product-nya (utk dompetku). Bagaimana mereka mempunyai cita-cita mulia untuk berkontribusi membantu UKM dan juga memajukan industri digital di tanah air tercinta.

Pinjam.co.id adalah #fintech yang memberikan pelayanan pinjaman kepada nasabah dengan jaminan yang dimiliki (emas atau bpkb) semua lewat website. Seperti diketahui banyak orang akan malu utk “menyekolahkan” asetnya untuk mendapatkan pinjaman. Dengan adanya media digital memungkinkan mereka melalukan itu tanpa diketahui orang. Fokus pada pelayanan dengan kecepatan dan juga dalam penjemputan data serta kolateral asetnya. Mereka mengambil celah antara bank dan pegadaian. Dengan menyasar segmen UKM dengan memberikan fasilitas pinjaman yang lebih cepat.

Bareksa.com adalah portal investasi yang juga fokus pada edukasi. Menurut mereka Indonesia masih harus lebih banyak edukasi sambil memberikan layanan investasi lewat mereka sebagai supermarket reksadana.

Dompetku+ adalah e-wallet yang dikembangkan sebagai aplikasi Over The Top (OTT) sehingga memungkinkan pengguna telko lain register dompetku+

Wujudkan.com adalah crowdfunding service yang membuka pekerja kreatif dapat mewujudkan ide mereka dari donasi yang dikumpulkan secara transparan dari penggunaannya serta pertanggung-jawabannya.

Terus belajar. Semangat terus belajar adalah yang melandasi untuk belajar dari (calon) kompetitor kita. Belajar bagaimana mereka akan “mencuri” bisnis kita sehingga kita bisa mempersiapkan diri kita dikemudian hari untuk “melawan” mereka atau bekerja bersama mereka. Belajar dari analogi air dan beton. Dibanyak presentasi, orang sering mengasosiasikan bank dengan gedung yang kokoh kuat dari beton, sedangkan #fintech adalah air yang terlihat lemah dibanding beton, yang terus menerus menetesi dinding beton. Sadar atau tidak sadar, air itu akan mengikis beton bahkan bisa melubangi atau menghancurkan. Untuk itu perlu kita belajar dari kompetitor sebelum benar-benar menjadi kompetitor sehingga “beton” kita manjadi aman.

Jaman sudah berubah

Baru saja merasakan bagaimana enaknya membuat website yang responsif. Dari register domain sampai membuat isi-nya bisa menggunakan wizard. Semua bisa dilakukan secara overnight (literaly).

Dulu, sewaktu jaman masih memakai frontpage-nya microsoft ataupun dreamweaver… membuat responsif website itu “sesuatu sekali”. Yah mungkin sekarang jaman sudah berubah. Alat-alat pendukung jauh lebih baik dan mudah dari tools development yang jauh lebih visual (WYSIWYG beneran), internet yang lebih kenceng…. jaman dulu masih pakai modem euy… paling hebat 56K pakai telkomnet instan biar gak regsitrasi

Tantangan sebernarnya sekarang adalah content…content….content…